Gaya hidup bersahaja dibawa Jenderal Besar A.H. Nasution sampai akhir hayatnya, 6 September 2000. Ia tak mewariskan kekayaan materi pada keluarganya, kecuali kekayaan pengalaman perjuangan dan idealisme. Rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tetap tampak kusam, tak pernah direnovasi. Namun Tuhan memberkatinya umur panjang, 82 tahun.
Pria Tapanuli ini lebih menjadi seorang jenderal idealis yang taat beribadat. Ia tak pernah tergiur terjun ke bisnis yang bisa memberinya kekayaan materi. Kalau ada jenderal yang mengalami kesulitan air bersih sehari-hari di rumahnya, Pak Nas orangnya. Tangan-tangan terselubung memutus aliran air PAM ke rumahnya, tak lama setelah Pak Nas pensiun dari militer. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, keluarga Pak Nas terpaksa membuat sumur di belakang rumah. Sumur itu masih ada sampai sekarang.
Memang tragis. Pak Nas pernah bertahun-tahun dikucilkan dan dianggap sebagai musuh politik pemerintah Orba. Padahal Pak Nas sendiri menjadi tonggak lahirnya Orba. Ia sendiri hampir jadi korban pasukan pemberontak yang dipimpin Kolonel Latief. Pak Nas-lah yang memimpin sidang istimewa MPRS yang memberhentikan Bung Karno dari jabatan presiden, tahun 1967.
Pak Nas, di usia tuanya, dua kali meneteskan air mata. Pertama, ketika melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi awal Oktober 1965. Kedua, ketika menerima pengurus pimpinan KNPI yang datang ke rumahnya berkenaan dengan penulisan buku, Bunga Rampai TNI, Antara Hujatan dan Harapan.
Apakah yang membuatnya meneteskan air mata? Sebagai penggagas Dwi Fungsi ABRI, Pak Nas ikut merasa bersalah, konsepnya dihujat karena peran ganda militer selama Orba yang sangat represif dan eksesif. Peran tentara menyimpang dari konsep dasar, lebih menjadi pembela penguasa ketimbang rakyat.
Pak Nas memang salah seorang penandatangan Petisi 50, musuh nomor wahid penguasa Orba. Namun sebagai penebus dosa, Presiden Soeharto, selain untuk dirinya sendiri, memberi gelar Jenderal Besar kepada Pak Nas menjelang akhir hayatnya. Meski pernah “dimusuhi” penguasa Orba, Pak Nas tidak menyangkal peran Pak Harto memimpin pasukan Wehrkreise melancarkan Serangan Umum ke Yogyakarta, 1 Maret 1949.
Pak Nas dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya
melawan kolonialisme Belanda. Tentang berbagai gagasan dan konsep perang gerilyanya, Pak Nas menulis sebuah buku fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare.
Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, jadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat (AS). Dan, Pak Nas tak pernah mengelak sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di era reformasi. Soalnya, praktik Dwi Fungsi ABRI menyimpang jauh dari konsep dasar.
Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto, pukul 07.30 WIB (9/9-2000), pada bulan yang sama ia masuk daftar PKI untuk dibunuh. Ia nyaris tewas bersama mendiang putrinya, Ade Irma, ketika pemberontakan PKI (G-30-S) meletus kembali tahun 1965. Tahun 1948, Pak Nas memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Usai tugas memimpin MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah 13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini, tersisih dari panggung kekuasaan. Ia lalu menyibukkan diri menulis memoar. Sampai pertengahan 1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan Pak Nas telah beredar. Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Dua lagi memoarya, Masa Kebangkitan Orba dan Masa Purnawirawan, sedang dalam persiapan. Masih ada beberapa bukunya yang terbit sebelumnya, seperti Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid).
Ia dibesarkan dalam keluarga tani yang taat beribadat. Ayahnya anggota pergerakan Sarekat Islam di kampung halaman mereka di Kotanopan, Tapanuli Selatan. Pak Nas senang membaca cerita sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku sejarah, dari Nabi Muhammad SAW sampai perang kemerdekaan Belanda dan Prancis.
Selepas AMS-B (SMA Paspal) 1938, Pak Nas sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tetapi kemudian ia tertarik masuk Akademi Militer, terhenti karena invasi Jepang, 1942. Sebagai taruna, ia menarik pelajaran berharga dari kekalahan Tentara Kerajaan Belanda yang cukup memalukan. Di situlah muncul keyakinannya bahwa tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat pasti kalah.
Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, Pak Nas menarik pelajaran kedua. Rakyat mendukung TNI. Dari sini lahir gagasannya tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Mtode perang ini dengan leluasa dikembangkannya setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (948-1949).
Pak Nas muda jatuh cinta pada Johana Sunarti, putri kedua R.P. Gondokusumo, aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak muda, Pak Nas gemar bermain tenis. Pasangan itu berkenalan dan jatuh cinta di lapangan tenis (Bandung) sebelum menjalin ikatan pernikahan. Pasangan ini dikaruniai dua putri (seorang terbunuh).
Pengagum Bung Karno di masa muda, setelah masuk di jajaran TNI, Pak Nas acapkali akur dan tidak akur dengan presiden pertama itu. Pak Nas menganggap Bung Karno campur tangan dan memihak ketika terjadi pergolakan di internal Angkatan Darat tahun 1952. Ia berada di balik ''Peristiwa 17 Oktober'', yang menuntut pembubaran DPRS dan pembentukan DPR baru. Bung Karno memberhentikannya sebagai KSAD.
Bung Karno akur lagi dengan Pak Nas, lantas mengangkatnya kembali sebagai KSAD tahun 1955. Ia diangkat setelah meletusnya pemberontakan PRRI/Permesta. Pak Nas dipercaya Bung Karno sebagai co-formatur pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja. Keduanya tidak akur lagi usai pembebasan Irian Barat lantaran sikap politik Bung Karno yang memberi angin kepada PKI.
Namun, dalam situasi seperti itu Pak Nas tetap berusaha jujur kepada sejarah dan hati nuraninya. Bung Karno tetap diakuinya sebagai pemimpin besar. Suatu hari tahun 1960, Pak Nas menjawab pertanyaan seorang wartawan Amerika, ''Bung Karno sudah dalam penjara untuk kemerdekaan Indonesia, sebelum saya faham perjuangan kemerdekaan.'' ►sh
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia
Nama :
Abdul Haris Nasution
Pangkat:
Jenderal Bintang Lima
Lahir :
Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918
Meninggal:
Jakarta, 6 September 2000
Agama :
Islam
Istri:
Ny Johanna Suna
Jumat, 26 Maret 2010
Jujur Pada Sejarah dan Nurani
Sami Yusuf: Allah Memberi Kita Kehormatan Dan Kemuliaan Melalui Islam
Penyanyi nasyid terkenal asal Inggris Sami Yusuf, lahir pada tahun 1980, sudah mulai memainkan banyak instrumen musik di usia yang sangat muda. Ia merupakan jebolan salah satu sekolah musik paling bergengsi, Royal Academy of Music. Yusuf, putra bungsu dari keluarga keturunan Azerbaijan yang menetap di London, menikah dengan seorang wanita Jerman empat tahun yang lalu.
Di tengah gempuran isyu terorisme yang melanda dunia, Sami Yusuf tetap muncul dengan lagu-lagu nasyidnya. Lagu hitsnya, “Hasbi Robbi” banyak menghentak dunia Islam. Walau dibalut dengan musik pop, namun liriknya jelas menunjukkan bahwa lagu ini mempunyai niat yang besar sebagai kampanye Islam. Berikut ini adalah petikan wawancaranya:
Ketika orang pertama kali mendengarkan Anda, mereka berpikir bahwa Anda bernyanyi. Namun, musik Anda lebih dari senandung….
Saya pribadi memang tidak menganggap musik saya sebagai senandung. Saya tidak akan mendiskusikan apakah menyanyi itu baik atau buruk. Saya rasa kita punya dua jenis seni dalam musik: musik yang baik dan buruk musik. Tujuan utama saya selalu melakukan sesuatu untuk Islam dan untuk membuat pemuda Islam bangga akan agama dan identitas mereka. Saya tidak melakukan semua ini untuk ketenaran.
Setelah serangan 11 September di AS, penekanan dunia pada Muslim adalah "terbelakang"…..
Pertama-semua, Islam sangat indah. Mayoritas Muslim orang-orang baik yang menaati hukum dan ingin menjadi warga negara yang baik.
Semua lagu di album pertama Anda berkaitan dengan Nabi Muhammad (saw). Apa tujuan Anda saat melakukan ini?
Tentu saja, orang yang tahu tentang Nabi dan mencintainya. Tapi beberapa tidak benar-benar tahu bagaimana Rasul sebagai manusia. Rasul adalah manusia yang paling benar yang pernah hidup. Saya mencoba untuk menjelaskan hal ini dengan musik.
Bagaimana keluarga Anda berkontribusi pada pemahaman Islam Anda?
Saya dilahirkan dalam sebuah keluarga Muslim dan mereka mencintai Islam. Mereka tidak konservatif. Tentu saja, mereka salat. Saya punya adik perempuan dan seorang saudara. Saya bungsu. Saya jenis orang yang selalu meneliti, berpikir dan mencoba untuk mempelajari kebenaran. Kesadaran ini terjadi sebagai akibat dari banyak hal. Alhamdulillah, titik balik terjadi ketika saya berusia sekitar 16 atau 17 dan saya benar-benar ingin melakukan sesuatu untuk Islam.
Anda berasal dari Timur, tetapi hidup di Barat. Apakah Anda mengikuti tradisi Timur Anda?
Ya, tentu saja. Tradisi ini sangat penting seperti yang Anda tahu, dan budaya juga merupakan bagian dari Islam. Seorang muslim harus menjunjung tinggi kebudayaannya, mencintai budaya. Islam tidak datang untuk membasmi budaya. Hanya hal-hal yang bertentangan Islam adalah salah. Kebanyakan budaya tidak terhadap Islam. Setiap masyarakat memiliki budaya sendiri. Inilah yang membuat umat muslim begitu berbeda dan kaya.
Anda dibesarkan di Britania. Apakah Anda menjumpai kesulitan selama masa kanak-kanak?
Anda tahu bahwa Britania dan Eropa memiliki aspek-aspek negatif, tetapi mereka memiliki aspek yang baik juga. Orang timur kebanyakan tidak melihat hal-hal baik atau mungkin tidak melihat hal-hal baik. Sebagai contoh, ada banyak unsur di Britania dan Eropa Barat yang sebagian besar Islam. Banyak bagian hukum diambil dari Imam Abu Hanifah buku dalam merumuskan sistem hukum dan kesejahteraan negara.
Anda tidak akan menemukan banyak orang miskin di Britania, kecuali jika mereka lebih suka untuk menjadi tunawisma. 99 persen orang di sini umumnya kelas menengah. Mereka memiliki gaya hidup yang sama. Ada aspek-aspek negatif juga. Hal-hal yang Anda lihat di TV, tapi saya tidak dipengaruhi oleh hal-hal itu. Saya tidak terlalu khawatir tentang hal-hal itu. Kesulitan utama bagi anak-anak di sini adalah memiliki teman. Saya hanya benar-benar bertemu dengan teman baik ketika saya sudah di perguruan tinggi. Saya tidak tahu banyak teman-teman muslim sebelumnya. Ini jelas merupakan suatu masalah yang sangat serius.
Banyak pemuda Muslim yang malu akan identitas mereka. Bagaimana Anda menanggapi ini?
Well, saya pikir gagasan bahwa mayoritas Muslim generasi kedua yang malu akan identitas mereka, terlalu berlebihan. Saya berpikir bahwa banyak hal yang harus dilakukan bersama keluarga. Dari pengalaman saya, saya dapat memberitahu Anda bahwa Allah memberi kita kehormatan dan kemuliaan melalui Islam. Kami sangat kuat dan sukses dan diberkati oleh Islam. Kami tidak memiliki pengaruh dan kekuatan uang dari Barat.
Kalau kita berpegang pada agama maka kita akan menemukan kemuliaan itu. Saya sangat percaya bahwa Allah, akan memberi kita kembali kemuliaan dan takdir kita lagi, seperti era Andalusia dan Ottoman. Kita harus menghargai kehormatan, berkah dan martabat Islam. Para pemuda tidak tahu ini. Oleh karena itu, ini adalah salah satu tujuan saya untuk membuat para pemuda memahami hal ini. Islam memiliki harta yang indah dan kita harus menghargainya. Ini adalah Islam yang mengajarkan kita etika moral, institusi apa lagi yang bisa melakukannya?
Apa rencana masa depan Anda? Apakah Anda memiliki pesan bagi dunia Islam?
Pada dasarnya, apa yang ingin saya katakan kepada saudara-saudara saya adalah, banggalah terhadap Islam. Islam memiliki ikatan spiritual dan juga praktis. Jika Allah memberi saya umur panjang, saya akan selalu bernyanyi tentang Allah dan Nabi Muhammad (saw) sepanjang hidup saya. Saya bukan seorang penyanyi pop. Saya mengingatkan orang-orang ini berkali-kali di Mesir. Anda tahu bahwa beberapa anak muda meminta nomor telepon saya di sana. Anda tahu hal-hal seperti itu selalu terjadi. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya bukan seorang penyanyi pop dan tidak ingin menjadi seorang penyanyi pop. Saya hanya ingin melakukan sesuatu untuk agama saya. Saya belajar musik untuk memberi pesan melalui musik. Kami ingin mencapai orang-orang tidak dapat kita jangkau, melalui musik.
Saya ingin melakukan yang terbaik untuk memenuhi kewajiban saya. Ini sudah menjadi usaha besar tersendiri. Jika saya mati sebagai seorang Muslim, itu akan menjadi kehormatan terbesar. (sa/zo)
Eric 'Bilal' Abidal Meyakini Islam Sepenuh Hati
Biodata
Nama Lengkap : Eric Bilal Abidal
Tanggal Lahir : 11 September 1979
Tempat Lahir : Lyon, Prancis
Tinggi Badan : 1,86 meter
Klub : Barcelona
Posisi : Defender
Nomor Punggung : 22
Awal Karier : Lyon Duchere
Sejak masuk Islam, Abidal berusaha menjadi Muslim yang taat.
Kariernya di lapangan hijau kian moncer. Penggemar La Liga Spanyol pasti mengenal sosok Eric Abidal. Ia dikenal sebagai bek andal yang memperkuat FC Barcelona dan Timnas Prancis. Mei lalu, Abidal sempat menjadi pusat pemberitaan, ketika klub sepak bola terkemuka asal Italia, Juventus, berniat memboyongnya dari Barcelona.
Tak tanggung-tanggung, Si Nyonya Tua--julukan Juventus--siap mendatangkan Abidal ke Turin dari Barcelona dengan bonus striker David Trezequet. Namun, tawaran menggiurkan itu ditolak Barca. Abidal yang dikenal sebagai bek kiri, yang memiliki keunggulan dari aspek kekuatan fisik serta teknik, memutuskan tetap bermain di Barca hingga Juni 2012 mendatang.
Ia memperpanjang kontrak dengan Barca yang semula berakhir pada 2011. ''Buyout clause bagi Abidal adalah 90 juta euro,'' demikian keterangan yang disampaikan Barcelona melalui situs resminya.
Abidal adalah salah satu pesepak bola dunia yang beragama Islam. Sejatinya, dia adalah seorang mualaf. Sang bintang memeluk agama Islam baru enam tahun terakhir. Terlahir di Lyon, Prancis, pada 11 September 1979, Abidal berasal dari keluarga imigran asal Afrika. Sebelumnya, Abidal merupakan seorang pemeluk agama Katolik.
Pertemuan dengan wanita yang kini menjadi istrinya telah mengantarkannya pada agama Allah SWT. Setelah menikah dengan Hayet Abidal, seorang perempuan asal Aljazair, Abidal memeluk agama Islam. Setelah mengucap dua kalimah syahadat, ia berganti nama menjadi Eric Bilal Abidal.
Kepada majalah Match yang terbit di Paris, Abidal mengatakan, agama Islam telah mendorongnya untuk bekerja keras untuk memperkuat timnya. ''Saya memeluk Islam dengan keyakinan penuh,'' ujar ayah dua anak itu. Sejak masuk Islam, Abidal berusaha menjadi Muslim yang taat.
Ia tak pernah melupakan shalat. Terlebih lagi, di markas FC Barcelona, Camp Nou, masih ada dua pemain lainnya yang beragama Islam, yakni Seydou Keita dan Yaya Toure. Ketatnya jadwal pertandingan yang harus dilakoni, membuat Abidal sedikit terkendala saat menjalankan ibadah puasa secara penuh pada bulan Ramadhan.
Ramadhan lalu, Abidal memutuskan tak berpuasa ketika membela Barca. Menurutnya, hal itu terpaksa dilakukan, sebagai komitmen terhadap profesionalitasnya sebagai pemain. Hal serupa sebenarnya juga dilakukan dua rekannya di El Barca, Seydou Keita dan Yaya Toure. Meski begitu, ketiganya mengganti puasa di lain hari, setelah Ramadhan berakhir.
Abidal memulai karier profesionalnya bersama klub sepak bola Prancis, AS Monaco, pada 16 September 2000. Ia sempat 22 kali menyandang ban kapten bersama Monaco. Setelah itu, dia pindah ke Lille OSC. Di klub inilah, dia bereuni dengan mantan pelatihnya, Claude Puel, dan 62 kali membela Lille.
Di akhir 2004, dia kembali ke kota kelahirannya dan bergabung dengan Lyonnais. Ia berhasil mengantarkan timnya meraih dua gelar di Ligue 1 berturut-turut selama dua musim. Selama kariernya di Prancis, dia dikenal sebagai salah satu bek terbaik di Ligue 1. Di Lyon, dia bermain bersama kiper Gregory Coupet, Francois Clerc, dan Anthony Reveillere serta dua pemain Brasil, Cris dan Cacapa.
Pada 30 Juni 2007, Abidal hengkang ke Barcelona dengan nilai transfer 15 juta euro. Di Camp Nou dia memakai nomor punggung 22. Sejak itu, Abidal menjadi pemain pilar Barca. Nilai kontrak Abidal mencapai 90 juta euro dengan klausal pelepasannya, dan Lyon akan menuai bonus sebesar 500 ribu euro jika Barca meraih gelar Liga Champions untuk empat tahun ke depan. Dan, itu terjadi setelah Barca berhasil mengalahkan Manchester United di Roma.
Motivasi Sang Istri
Istri adalah motivator utama bagi suami. Hal itu sangat dirasakan betul oleh bek kiri tim nasional Prancis dan FC Barcelona, Eric Abidal. Kesuksesannya merumput di lapangan hijau tak lepas dari peran sang istri. Motivasi dan dukungan penuh yang dipompa sang istri, Hayet Abidal, telah membuat peformanya saat memainkan si kulit bundar bertambah maksimal.
''Bagiku, dia (Hayet) adalah sebuah permata. Dia juga pemegang kemudi yang sangat menakjubkan. Saya beruntung mendapat perempuan seperti dia, yang sanggup memberikan arahan dan pendapat yang logis sebelum aku memutuskan hal krusial, termasuk dalam memilih karier,'' ungkap Abidal seperti ditulis France Football.
Abidal mengakui, kepindahannya ke Barcelona tak terjadi begitu saja. Saran 'magis' sang istrilah yang mampu menggerakkan hatinya untuk mencoba peruntungan di negeri Matador. Betapa tidak, tanpa harus pindah ke Barcelona pun, Abidal telah memiliki segalanya di Prancis. Tetapi, di mata sang istri, semua itu belum sempurna. Satu-satunya cara, menurut sang istri, Abidal harus berkarier di klub luar negeri.
Hayet mendorongnya untuk bergabung bersama Barcelona. ''Aku ingin suamiku tak hanya terpaku bermain di klub sepak bola Prancis. Penting bagi kami untuk menyiapkan masa depan, terutama setelah ia pensiun nanti. Jadi, berkenalan dengan banyak orang di mancanegara memberi banyak keuntungan. Nantinya, kami bisa menjalin relasi bisnis ataupun kerja sama apa yang saling menguntungkan,'' ujar Hayet, yang memang terkenal memiliki insting bisnis tinggi itu.
Besarnya peran Hayet dalam kehidupan pribadi Abidal sudah dibuktikan sejak mereka menikah. Usai menikah, Abidal memilih memeluk Islam setelah mendapat bimbingan intensif dari sang istri yang asli Aljazair. ''Semua berlangsung alami. Pilihan memeluk agama Islam bukan karena faktor istriku, tapi sebuah hadiah yang tiba-tiba saja muncul. Itu benar-benar terjadi apa adanya. Mengalir begitu saja dan membuatku merasa bahagia,'' ungkap Abidal.
Meski dikenal sebagai seorang Muslim yang taat, Hayet juga sangat dekat dengan dunia entertainment.Bedanya, dia sangat pandai membagi peran dan penampilan. Ia tahu saat harus mengenakan busana sopan dan kapan harus mengenakan gaun indah. ''Saya seperti istri pesepak bola lain. Bedanya, saya tak suka berfoya-foya atau larut di dunia malam. Lebih indah jalan-jalan bareng Abidal dan belanja bersama,'' tutur Hayet.
Pertemuan Abidal dengan sang istri terjadi ketika ia masih remaja. Kedua sejoli ini kemudian memutuskan untuk menikah pada Juli 2003 silam. Dari pernikahan tersebut, keduanya dikaruniai dua orang putri, yakni Meliana yang lahir pada 2004 dan Canelia lahir tahun 2006. nidia zuraya/Heri Ruslan/taq.By Republika Newsroom.
Muhammad Ali Bersyahadat di Atas Ring Tinju
Islam membawanya pada kedamaian dan kepercayaan diri yang tinggi.
Bagi penggemar tinju dunia, tentu tak asing dengan nama Muhammad Ali, mantan juara dunia kelas berat tiga kali. Di masanya, Ali terkenal sebagai seorang petinju yang sangat ditakuti oleh lawan-lawannya. Dan, ia pun dijuluki sebagai The Greatest (terbesar).
Sebab, dia mampu menaklukkan peitnju-petinju terbesar di zamannya, seperti George Foreman, Sony Liston, Joe Frazier, dan lainnya. Bahkan, pertarungannya melawan Foreman serta Joe Frazier menjadi pertarungan terbaik sepanjang abad ke-20. Dan, Ali pun juga dinobatkan sebagai seorang petinju terbesar di abad 20.
Nama sebagai 'Yang Terbesar' ini disematkan padanya sejak ia mengalahkan para petinju yang juga memiliki nama besar. Karena kemampuannya mengalahkan para petinju itu, ia pun menggunakan nama 'Yang Terbesar' (The Greatest) tersebut.
Ali juga dikenal sebagai petinju terbaik pada masanya. Ia pernah menjadi sebuah mesin pemukul yang sangat hebat hingga menimbulkan rasa takut pada lawannya. Sebelum berganti nama menjadi Muhammad Ali, ia bernama Cassius Marcellus Clay Junior. Hingga kini, namanya dianggap sebagai petinju terbaik yang pernah dimiliki publik Amerika Serikat dan orang kulit hitam.
Kesuksesannya merebut gelar juara dunia menempatkannya pada deretan atlet terbesar abad ke-20. Bahkan, gelar itu mengubah status pandangan masyarakat terhadap orang dan atlet kulit hitam. Keberhasilannya itu pun yang akhirnya mengangkat martabat para atlet kulit hitam ke tempat yang tinggi dengan penghormatan dan penerimaan yang baik dari masyarakat kulit putih dan hitam.
Ali dilahirkan pada 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Daerah yang dikenal dengan ayam goreng khasnya ini juga terkenal dengan perbedaan etnis yang kental. Ayahnya, Cassius Marcellus Clay Sr, adalah pelukis papan nama dan reklame. Ibunya, Odessa Grady Clay, seorang pembantu rumah tangga.
Sejak kecil, Clay sudah merasakan perbedaan perlakuan karena warna kulitnya yang cokelat. Barangkali, hal inilah yang kemudian mendorongnya untuk belajar tinju agar bisa membalas perlakuan jahat teman-temannya yang berkulit putih. Ketika belum genap berusia 20 tahun, ia sudah memenangkan pertandingan kelas berat di Olimpiade Roma tahun 1960.
Pada usia 22 tahun, ia merasa dilahirkan kembali ke dunia. Sebab, saat itulah, ia berganti nama dari Cassius Marcellus Clay Junior menjadi Muhammad Ali. Nama ini merupakan pemberian seorang tokoh Muslim dari Nation of Islam (NOI), Elijah Muhammad, tahun 1964.
Ketika itu, Elijah membuat sebuah pernyataan umum dalam suatu siaran radio dari Chicago, ''Nama Clay ini tidak menyiratkan arti ketuhanan. Saya harap dia akan menerima dipanggil dengan nama yang lebih baik. Muhammad Ali, nama yang akan saya berikan kepadanya selama dia beriman kepada Allah dan mengikuti saya.''
Selama tiga tahun sebelum pertarungannya untuk memperebutkan gelar juara dunia kelas berat dengan Sonny Liston, Clay telah menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh NOI. Kehadiran Ali diberitakan oleh koran Daily Nezus di Philadelphia pada September 1963. Pada Januari 1964, dia membuat sensasi besar dengan berbicara di sebuah rapat Muslim di New York.
Beberapa minggu kemudian, ayahnya mengatakan bahwa Clay telah bergabung dengan NOI. Kendati demikian, Clay belum memberikan pernyataan publik tentang keikutsertaannya dalam NOI. Tetapi, dia sibuk mempelajari Islam di bawah bimbingan Kapten Sam Saxon (sekarang Abdul Rahman) yang dijumpai Clay di Miami pada 1961.
Clay juga merenungkan ajaran-ajaran Elijah Muhammad dan membaca surat kabar yang diterbitkan NOI. Di samping itu, ia juga mencari bimbingan dan saran dari Malcolm X--tokoh NOI lainnya--yang dijumpainya di Detroit pada awal 1962.
Sebelum pertandingan Clay melawan Liston, Malcolm mengunjungi Clay sebagai pribadi, bukan sebagai wakil Elijah. Malcolm menganggap Clay sebagai adiknya dan menasihati dia. Nasihat Malcolm ini justru menjadi pemicu semangatnya untuk bertekad mengungguli Liston.
Walaupun merasa sangat takut menghadapi Liston, akhirnya Clay menang dalam pertandingan. Pertandingan tersebut berakhir sebelum bel ronde ketujuh berbunyi. Dengan kemenangan tersebut, dunia memiliki seorang juara baru di arena tinju.
Agama rasional
Kemenangan tersebut diyakininya merupakan 'waktu Allah'. Di antara tepuk riuh para pendukung dan kilatan-kilatan lampu kamera, Clay berdiri di depan jutaan penonton yang mengelilingi ring dan kamera TV. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengumumkan pergantian namanya menjadi Muhammad Ali Clay. ''Aku meyakini bahwa aku sedang berada di depan sebuah kebenaran yang tak mungkin berasal dari manusia,'' ujarnya.
Ali mengungkapkan, kepindahannya ke agama Islam adalah hal yang wajar dan selaras dengan fitrah yang Allah ciptakan untuk manusia. Ia meyakini bahwa Islam membawa kebahagiaan untuk semua orang. Menurutnya, Islam tidak membeda-bedakan warna kulit, etnis, dan ras. ''Semuanya sama di hadapan Allah SWT. Yang paling utama di sisi Tuhan mereka adalah yang paling bertakwa.''
Ia membandingkan ajaran Trinitas dengan ajaran Tauhid dalam Islam. Menurutnya, Islam lebih rasional. Karena, tidak mungkin tiga Tuhan mengatur satu alam dengan rapi seperti ini. Hal tersebut dinilainya sebagai suatu hal yang mustahil terjadi dan tidak akan memuaskan orang yang berakal dan mau berpikir.
Keyakinannya terhadap Islam makin bertambah manakala Ali membaca terjemahan Alquran. ''Aku bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang hak, yang tidak mungkin dibuat oleh manusia. Aku mencoba bergabung dengan komunitas Muslim dan aku mendapati mereka dengan perangai yang baik, toleransi, dan saling membimbing. Hal ini tidak aku dapatkan selama bergaul dengan orang-orang Nasrani yang hanya melihat warna kulitku dan bukan kepribadianku,'' paparnya.
Sejak saat itu, ia membelanjakan uangnya beberapa ratus ribu dolar untuk buku-buku dan pamflet-pamflet Islami supaya dapat memperkenalkan agama barunya. Dia percaya bahwa bukan hanya kaum Muslim, tetapi juga orang Kristen dan Yahudi yang takut pada Tuhan akan masuk surga.
Ketika para dokter di AS memvonisnya dengan penyakit Sindroma Parkinson, Ali mengatakan bahwa dia telah mendapatkan hidup yang baik sebelumnya dan sekarang. Dia tidak membutuhkan simpati dan belas kasihan. Dia hanya ingin menerima kehendak Allah SWT. Penyakitnya ini, menurut dia, merupakan cara Allah SWT merendahkannya untuk mengingatkannya pada kenyataan bahwa tak ada seorang pun yang lebih hebat dari Allah.
Perjuangan Ali yang utama sekarang adalah mencoba menyenangkan Allah dalam segala hal yang diperbuatnya. Menguasai dunia tidak membawanya kepada kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan sejati, katanya, hanya didapatkan dengan menyembah Allah. Kini, dia termasuk orang-orang yang giat berdakwah di Amerika dan aktif mengampanyekan solidaritas dan persamaan hak. dia/sya/berbagai sumber
Ali Penganut Sufi
Dengan sikap yang tegar, kuat, dan penuh percaya diri, ternyata Muhammad Ali merupakan seorang penganut tasawuf (sufi) yang sangat baik. Putri Muhammad Ali yang bernama Hanna Yasmeen Ali, buah perkawinannya dengan Veronica Porche Ali, dalam sebuah wawancara dengan Beliefnet, mengungkapkan kehidupan dan spiritualitas Muhammad Ali.
Hanna mengatakan, ayahnya adalah orang yang sangat taat dalam menjalankan perintah agama. Bahkan, ia tak segan-segan untuk bersikap keras dan tegas terhadap anggota keluarganya yang tidak mau menjalankan perintah Allah. Sikap ini dibuktikan Ali dengan menceraikan istrinya yang pertama, Sonji Roi, pada tahun 1966. Karena, menurut Ali, istrinya tersebut tidak menunjukkan sikap sebagai seorang Muslim.
Hanna menambahkan, ayahnya tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu. ''Sesibuk apa pun, ayah akan senantiasa mengerjakan shalat lima waktu,'' ujar Hanna.Bahkan, Ali juga senantiasa berupaya melaksanakan shalat fardhu secara berjamaah di masjid. ''Walaupun jaraknya membutuhkan waktu hingga 20 menit perjalanan, ayah akan selalu berupaya pergi ke masjid. Namun, ketika penyakit parkinson menghinggapi, ayah memang sekarang jarang ke masjid,'' jelas Hanna.
Hanna menambahkan, ayahnya juga seorang penganut sufi yang taat. Ali punya koleksi buku tasawuf karya Hazrat Inayat Khan, seorang guru sufi. ''Spiritualitas ayah saya sangat tinggi. Dari sikapnya yang sangat religius itu, ia praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, menyayangi sesama, melakukan kegiatan sosial, dan mendorong banyak orang untuk senantiasa rajin mendekatkan diri kepada Tuhan,'' terangnya.
Ketika terjadi peristiwa 11 September 2001 akibat serangan teroris terhadap dua menara kembar World Trade Center (WTC) hingga memunculkan tuduhan terhadap Islam sebagai agama teroris, Ali pun tampil ke publik dan menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan oknum dan bukan Islam. Ia menyatakan, aksi tersebut merupakan perbuatan orang-orang yang keliru dalam memahami Islam secara benar. ''Islam adalah agama yang damai dan cinta akan kedamaian,'' terangnya. sya
Biodata
Nama : Muhammad Ali
Nama sebelumnya : Cassius Marcellus Clay Junior (Jr)
Lahir : 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat
Ayah : Cassius Marcellus Clay Senior (Sr)
Ibu : Odessa Grady Clay
Istri : Sonji Roi (cerai 1966), Belinda Boyd (cerai 1977), dan Veronica Prche Anderson
Anak : Jamilah, Rashed, Muhammad Ali Jr (dari istri kedua), serta Hanna Yasmeen Ali dan Laila Ali (dari istri ketiga)
Jumat, 19 Maret 2010
Paus Benediktus Abaikan Peringatan Akan Kelainan Pendeta
ESSEN (SuaraMedia News) – Pada awal tahun 1980-an, Keuskupan Besar Jerman, yang dipimpin oleh pria yang kini menjadi Paus Benediktus XVI, telah mengabaikan peringatan berulang-ulang dari seorang psikiater yang menangani seorang pendeta yang dituding melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki. Psikiater tersebut mengingatkan bahwa pendeta tersebut seharusnya tidak diperbolehkan bergaul dengan anak-anak.
“Saya bilang, demi Tuhan, dia harus dijauhkan dari anak-anak,” kata Werner Huth, nama psikiater tersebut, dalam sebuah wawancara pada hari Kamis. “Saya tidak senang dengan keseluruhan cerita yang saya ada saat ini.”
Dr. Huth mengatakan bahwa kekhawatirannya cukup tinggi sehingga ia memutuskan untuk memberikan tiga persyaratan dalam masa perawatan Peter Hullermann, pendeta tersebut: Yakni menjauhkan sang pendeta dari anak-anak, alkohol, dan tetap berada dalam pengawasan para pendeta lainnya sepanjang waktu.
Dr. Huth mengatakan bahwa peringatan tersebut telah ia sampaikan secara tegas, baik secara lisan maupun tertulis – sebelum Uskup Besar Joseph Ratzinger, yang kini bergelar Paus Benediktus XVI, meninggalkan Jerman untuk menuju Vatikan pada tahun 1982. Pada tahun 1980, menyusul banyaknya keluhan pelecehan dari para orang tua di Essen, yang tidak dibantah oleh sang pendeta, Uskup Besar Ratzinger setuju untuk memindahkan sang pendeta ke Munich guna menjalani terapi.
Namun, meski telah mendapatkan peringatan dari sang psikiater, Bapa Hullermann masih tetap diperbolehkan untuk kembali menjalani tugas kependetaannya, hampir bersamaan dengan awal terapi yang ia jalani, dan hal itu berarti tetap berinteraksi dengan anak-anak maupun orang dewasa. Hullermann kembali dinyatakan bersalah atas pelecehan seksual di Bavaria.
Gerhard Gruber, yang menjadi deputi Benediktus kala itu, mengatakan bahwa dirinyalah yang salah karena mengambil keputusan pribadi. Ia mengatakan bahwa dirinya telah melakukan “kesalahan serius”.
Dalam sebuah wawancara, psikiater tersebut mengatakan bahwa dirinya tidak berkomunikasi langsung dengan Uskup Besar Ratzinger, dan dia tidak tahu apakah sang Ratzinger mengetahui peringatan sang psikiater. Meski dia mengatakan bahwa dirinya telah membicarakannya dengan sejumlah petinggi gereja, yang menjadi penghubung utama Dr. Huth kala itu adalah Uskup Heinrich Graf von Soden-Fraunhofen, yang meninggal pada tahun 2000.
Bahkan setelah dinyatakan bersalah pada tahun 1986, Bapa Hullermann, yang kini berusia 62 tahun, tetap bekerja dengan anak laki-laki di altar selama bertahun-tahun. Pada hari Senin lalu, ia diskors karena mengabaikan perintah gereja pada tahun 2008 untuk tidak bekerja dengan anak muda.
Gruber tidak tidak memberikan tanggapan ketika berkali-kali berusaha dimintai komentar di kediamannya.
Pada hari Rabu, Bernd Oostenryck, juru bicara keuskupan Munich, memberikan keterangan terkait terapi Bapa Hullermann. “Tiga puluh tahun yang lalu, ia diperlakukan berbeda di masyarakat.”
“Ada kecenderungan untuk mengatakan bahwa kelainannya dapat dirawat dengan terapi,” kata Oostenryck.
Bapa Hullermann mulai bekerja sebagai pendeta di gereka St. Andreas di Essen pada tahun 1978. Essen adalah sebuah kota industri di kawasan Ruhr, tidak jauh dari kota kelahirannya, Gelsenkirchen. Tiga pasang orang tua yang melayangkan keluhan kepada gereja mengatakan bahwa Bapa Hullermann memiliki “hubungan secara seksual” dengan aak-anak mereka, keluhan itu disampaikan pada Februari 1979, demikian menurut pernyataan yang disampaikan keuskupan Essen pekan ini.
Ketika Hullermann bertemu dengan para orang tua, ia mengatakan bahwa mereka “tidak akan melayangkan tuntutan berkenaan dengan keadaan saat ini”, untuk melindungi anak-anak mereka. Selama berpuluh-puluh tahun, sudah menjadi praktik umum di gereja untuk tidak melibatkan aparat penegak hukum dalam kasus-kasus pelecehan seksual. Untuk mengubah hal itu, para uskup Bavaria pada hari Kamis mengusulkan sebuah aturan yang mengharuskan para petinggi gereja melaporkan dugaan pelecehan kepada jaksa.
Bapa Hullermann kemudian diperintahkan untuk menjalani terapi dengan Dr. Huth. Pihak keuskupan besar mengatakan bahwa perintah tersebut disetujui langsung oleh Uskup Besar Ratzinger.
Huth mengatakan bahwa dirinya merekomendasikan sesi pribadi, yang ditolak oleh Hullermann. Ia justru ambil bagian dalam sesi kelompok, biasanya duduk melingkar bersama dengan delapan orang pasien lain, yang menderita komplikasi kelainan berbeda-beda, termasuk pedofilia. Dr. Huth, 80, mengatakan bahwa Bapa Hullermann bermasalah dengan alkohol, namun ia tidak “diberi motivasi” dalam sesi terapi tersebut.
“Dia menjalani terapi karena takut kehilangan jabatannya,” kata Huth. Ia menambahkan bahwa Hullermann melakukan itu karena takut dihukum.
Dr. Huth, yang diberi kuasa oleh Bapa Hullermann untuk melapor kepada petinggi gereja mengenai perawatannya jika diminta, mengatakan bahwa dirinya seringkali menyampaikan kekhawatiranya kepada gereja. Ia mengatakan bahwa tiga pantangan yang pernah ia sampaikan – menghindari anak-anak, alkohol, dan selalu diawasi – hanya diterapkan sebentar-sebentar.
Tidak berselang lama setelah Hullerman diterapi, ia kembali bekerja dan tidak mendapatkan batasan. Uskup Besar Ratzinger kala itu masih memimpin Munich, namun para petinggi gereja tidak mengatakan apakah Ratzinger mengikuti perkembangan kasus tersebut.
Setelah Ratzinger pergi menuju Vatikan pada tahun 1982, Bapa Hullermann dipindah ke sebuah gereka di kota Grafing, di mana dia juga mengajar agama di sekolah umum. Dua tahun kemudian, polisi mulai menginvestigasi Hullermann atas dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Pengadilan kemudian menugaskan seorang psikiater lain, Dr. Johannes Kemper, untuk memeriksa Hullermann dan menuliskan pendapat ahli untuk persidangan tahun 1986. “Faktor alkohol banyak berpengaruh,” kata Kemper, 66, yang pernah memeriksa Hullermann selama setengah hari. “Sebelum melakukan pelecehan seksual,” kata Kemper, “dia (Hullermann) minum-minum, kemudian dalam keadaan mabuk, dia menonton video porno bersama dengan anak-anak.”
Kantor kejaksaan Munich pada hari Kamis membenarkan bahwa Bapa Hullermann dinyatakan bersalah pada tahun 1986 atas pelecehan terhadap anak di bawah umur dan penyebaran gambar-gambar porno dan dijatuhi hukuman denda serta lima tahun masa percobaan, kata juru bicara kejaksaan, Andrea Titz.
Tidak banyak informasi yang dirilis kepada publik mengenai kelanjutan persidangan. Arsip persidangan ditutup setelah masa hukuman percobaan Bapa Hullermann berakhir. Dr. kemper mengatakan bahwa dalam persidangan, para korban menunggu di luar ruang sidang dan masuk satu per satu untuk bersaksi. Dia tidak ingat persis ada berapa banyak korban, ia hanya mengatakan bahwa korban Hullermann berjumlah antara 5 hingga 10 orang.
Walikota Garching an der Alz, yang menjadi lokasi kerja Bapa Hullermann selama 21 tahun setelah dinyatakan bersalah, bersikap amat kritis terhadap gereja karena tidak memberitahu masyarakat mengenai catatan kriminal sang pendeta pada saat Hullermann dikirim ke kota tersebut. Sang walikota mengatakan bahwa mereka dijadikan “kelinci percobaan.”
“Kalau saja kami tahu, kami pasti sudah bertindak,” kata Wolfgang Riechenwallner, walikota yang sekaligus teman Bapa Hullermann. “Kami hanya tidak ingin membahayakan anak-anak di komunitas kami.”
“Kami beruntung karena tampaknya tidak ada yang terjadi,” sambung Reichenwallner.
Menurut keterangan walikota dan petinggi gereja, tidak ada tuduhan baru sejak Bapa Hullermann dinyatakan bersalah pada tahun 1986. (dn/nt) www.suaramedia.com
Selanjutnya...Kamis, 18 Maret 2010
Ingrid Mattson, Mengenal Islam Melalui Seni
Nama Ingrid Mattson sempat menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai media Barat ketika namanya masuk dalam daftar salah satu tokoh yang diundang pada inaugurasi Barack Obama setelah kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat itu menang dalam pemilu. Sebagaimana dilansir kantor berita Associated Press (AP), Mattson yang menjabat presiden Komunitas Islam Amerika Utara (ISNA) merupakan salah satu pemimpin agama yang akan berbicara pada acara doa yang digelar di Cathedral Nasional di Washington DC sehari setelah pelantikan Obama sebagai presiden AS ke-44. Undangan yang ditujukan kepada Mattson ini menuai kontroversi publik Amerika. Sebab, yang bersangkutan dicurigai jaksa federal terkait dengan jaringan teroris. Seperti diketahui, pada Juli 2007, jaksa federal di Dallas, mengajukan tuntutan kepada ISNA karena diduga memiliki jaringan dengan Hamas organisasi Islam di Palestina yang dikelompokkan Pemerintah AS sebagai organisasi teroris. Namun, baik Mattson maupun organisasinya tidak pernah dihukum. Jaksa hanya menyatakan memiliki bukti-bukti dan kesaksian yang dapat menghubungkan kelompok tersebut ke Hamas dan jaringan radikal lainnya. Sebelumnya, Muslimah kelahiran Kanada tahun 1963 ini juga pernah membuat kejutan dengan melakukan pertemuan dengan pejabat tinggi Pentagon selama pemerintahan Bush. Dia juga hadir pada misa Konvensi Nasional Partai Demokrat di Denver saat Obama mencalonkan diri sebagai presiden. Pemerintah AS dan ISNA sebenarnya memiliki hubungan kerja sama yang baik. Kelompok tersebut memberikan latihan agama kepada Biro Penyelidik Federal (FBI). Karen Hughes, orang kepercayaan Bush, mengatakan bahwa Mattson sebagai pemimpin yang hebat dan panutan bagi banyak orang. Mattson adalah seorang profesor studi Islam di Hartford Seminary di Hartford, Connecticut. Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang filsafat dari Universitas Waterloo, Ontario, pada 1987. Sementara gelar PhD pada studi Islam ia peroleh dari Universitas Chicago pada 1999. Penelitiannya mengenai Hukum Islam dan Masyarakat. Selama kuliah di Chicago, ia banyak terlibat pada kegiatan komunitas Muslim lokal. Ia duduk dalam jajaran Direktur Universal School di Bridgeview dan anggota komite Interfaith Committee of the Council of Islamic Organizations of Greater Chicago. Mattson juga pernah menetap di Pakistan dan bekerja sebagai pekerja sosial bagi pengungsi wanita Afghanistan selama kurun waktu 1987-1988. Pada 1995, ia ditunjuk sebagai penasihat bagi delegasi Afghanistan untuk PBB bagi Komisi yang membidangi Status Perempuan. Saat bekerja di kamp pengungsi di Pakistan inilah ia bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya, Amer Aetak, seorang insinyur dari Mesir. Dari pernikahan mereka, pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan bernama Soumayya dan satu orang anak laki-laki bernama Ubayda. Meski saat ini banyak berkecimpung dalam kegiatan keagamaan dan menjabat sebagai Presiden ISNA, sebuah organisasi berbasiskan komunitas Muslim terbesar di AS, namun Mattson kecil tumbuh dan besar dalam lingkungan Kristen di Kitchener, Ontario, Kanada. Ayahnya adalah seorang pengacara pidana, sementara ibunya bekerja di rumah membesarkan ketujuh anaknya. Mattson berhenti pergi ke gereja pada usia 16 tahun dengan alasan tidak bisa lagi percaya dengan apa yang diajarkan oleh gereja. Saat menimba ilmu di Universitas Waterloo, ia mempelajari seni dan filsafat, yang dinilainya menekankan kebebasan seseorang untuk memilih. ''Setahun sebelum saya masuk Islam, saya banyak menghabiskan waktu saya mencari dan melihat hal-hal yang berhubungan dengan seni. Saat mengikuti pendidikan bidang filsafat dan seni rupa, saya duduk berjam-jam dalam ruang kelas yang gelap untuk melihat dan mendengarkan penjelasan profesor saya melalui infokus proyektor, beliau menjelaskan tentang kehebatan hasil karya Seni Barat,'' paparnya seperti dikutip dari situs whyislam.org. Wajah Islam Bahkan, ia harus merelakan masa liburan musim seminya dihabiskan di dalam Museum Louvre yang berada di tengah Kota Paris. Saat berada di Paris inilah untuk kali pertama dalam hidupnya Mattson berjumpa dengan seorang Muslim. Ia menyebut momen tersebut sebagai 'the summer I met Muslims'. ''Saya selalu terkenang akan peristiwa ini,'' ungkapnya. Apa yang dicarinya selama ini, ungkap Mattson, hanya berkaitan dengan semua karya seni yang tergambar dalam bentuk visual. Peradaban Barat memang dikenal memiliki tradisi menggambarkan sesuatu dalam bentuk visual, termasuk penggambaran mengenai keberadaan Tuhan. ''Kita banyak membuat kesalahan dengan berpikir bahwa melihat berarti mengenali, dan semakin terekspose seseorang itu, maka semakin pentinglah orang tersebut.'' Namun, akhir dari pencariannya tentang seni telah membawa Mattson bertemu dengan dua orang seniman, laki-laki dan perempuan, yang tidak membuat patung dan lukisan sensual tentang Tuhan. ''Mereka telah mengenali Tuhan dengan cara yang berbeda, menghargai pemimpin, dan menghargai hasil kerja seorang wanita.'' Gambaran mengenai Islam yang ia dapatkan dari kedua orang teman barunya ini, membawa Mattson pada pengenalan wajah Islam yang semakin baik. Ia menyatakan, peradaban Islam tidak menganut sistem penggambaran sesuatu dalam bentuk visual di dalam mengingat dan Memuji Tuhan dan menghargai seorang Nabi. ''Allah adalah sesuatu yang tersembunyi. Tersembunyi dalam pantulan mata umat manusia. Tetapi, orang yang memiliki penglihatan dapat mengenali Tuhannya dengan melihat, mempelajari pengaruh dari kekuatan ciptaan-Nya.'' Selain penggambaran terhadap Tuhan, umat Islam juga melarang penggambaran terhadap semua Nabi Allah. Umat Islam hanya menuliskan nama mereka dalam bentuk kaligrafi. Kata-kata, tulisan, dan ucapan serta akhlak mulia dalam kehidupan merupakan media utama bagi Muhammad di dalam menyebarkan pengaruhnya ke seluruh umatnya. Dari sinilah kemudian Mattson mulai tertarik untuk mempelajari keyakinan yang dianut oleh kedua temannya yang asal Senegal ini. Ia pun mulai menggali tentang ketuhanan dan kepribadian Muhammad melalui Alquran terjemahan. Setelah banyak mempelajari lebih jauh mengenai Islam dari Alquran, Mattson akhirnya menyadari dan yakin adanya Allah. ''Pilihan-pilihan Anda mencerminkan siapa diri Anda. Meski ada keterbatasan, tapi selalu tersedia kesempatan untuk memilih yang terbaik,'' katanya. Yang membuatnya semakin tertarik dengan Islam adalah semua umat Muhammad tidak hanya mengikutinya dalam hal beribadah, tetapi juga di dalam semua aspek kehidupan, mulai dari kebersihan diri sampai pada cara bersikap terhadap anak-anak dan tetangga. Semua perbuatan, perkataan, dan perilaku Nabi SAW inilah yang disebut dengan sunah. Dan pengaruh Sunah Nabi Muhammad tersebut telah tergambar pada kehidupan para orang tua, muda, kaya, miskin, yang menjadikannya sebagai suri teladan bagi semua pengikutnya. ''Pertama kali saya menyadari pengaruh fisik dari Sunah Nabi Muhammad pada generasi muda Muslim adalah ketika suatu hari saya duduk di masjid, menyaksikan anak saya yang berumur 9 tahun shalat di samping guru mengajinya. Ubayda duduk di samping guru dari Arab Saudi yang dengan tekun dan lembut mengajarinya sehingga membuatnya sangat respek dan hormat,'' tuturnya. ed: sya Perkenalan Ingrid Mattson tentang Islam makin berkembang saat ia berkunjung ke sejumlah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim. Beberapa peristiwa yang dia temui di negaranegara tersebut, diakui Mattson, makin mempertebal keyakinannya terhadap Islam. Lebih setahun, dalam perjalanannya ke negara-negara Muslim ini ia menyaksikan kesamaan keinginan untuk berbagi dan selalu saling memberi antara sesama serta kesamaan keyakinan yang mendalam. ''Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga orang dan makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang,'' jelasnya sambil mengutip hadis Nabi SAW. Salah satunya adalah ketika ia mengunjungi Kosovo. Selama serangan Serbia ke Kosovo, banyak Muslim Albania yang menyediakan rumah mereka untuk para peng ungsi. Bahkan, satu orang memasak setiap harinya untuk 20 orang dalam rumah yang sederhana. Begitu juga ketika ia menikah di Pakistan. Sebagai pekerja sosial pada kamp pengungsian, Mattson dan suami tidak memiliki cukup uang. Sekembalinya dari pernikahan ke kamp pengungsian, para wanita Afghanistan bertanya kepadanya tentang pakaian, perhiasan emas, cincin kawin, dan kalung emas yang diberikan oleh suami kepadanya sebagai mahar. ''Saya perlihatkan kepada mereka cincin emas sederhana dan saya ceritakan tentang baju pengantin yang saya pinjam untuk menikah. Wajah mereka langsung berubah menunjukan perasaan sedih dan simpati. '' Seminggu setelah peristiwa itu, saat ia sedang duduk di depan tenda kamp pengungsi yang berdebu, para wanita Afghanistan tersebut muncul lagi. Mereka datang menemuinya dengan membawa celana biru cerah terbuat dari satin dengan hiasan emas, sebuah baju berlengan merah dengan warna-warni dan scarfwarna biru yang tampak serasi dengan pakaian, sebagai hadiah per -nikahan. ''Semua yang saya lihat adalah hadiah pernikahan yang tak ternilai bagi saya, bukan saja dukungan mereka, tetapi pelajaran keikhlasan dan rasa empati yang mereka berikan yang merupakan buah yang sangat manis dari sebuah keyakinan yang benar". dia/sya
Saat di Waterloo ini, ia sempat bekerja pada bagian Departemen Seni Rupa, yang salah satu tugasnya mempersiapkan slide dan katalog seni. Karenanya setiap kali masuk ke perpustakaan, menurut Mattson, ia selalu mengumpulkan buku-buku seni sejarah. Dan untuk mendapatkan bahan-bahan guna keperluan pembuatan katalog seni, ia terpaksa harus pergi ke museum yang ada di Toronto, Montreal, dan Chicago.
Islam itu Suka Berbagi
Gene Netto, Dengan Rasionalitas Menemukan Islam
''Mengapa seseorang harus menanggung dosa orang lain? Masak , hanya dengan meminta ampun, dosa langsung diampuni tanpa ada perbuatan yang dilakukan untuk memperbaikinya. Sangat tidak masuk akal.'' Begitulah kalimat yang disampaikan Gene Netto, mualaf asal Selandia Baru, saat ditanya Republika alasannya memilih Islam. Karena kebingungannya memahami maksud yang tidak rasional itu, Gene memutuskan menjadi seorang yang tidak percaya dengan agama (ateis). Saat itu, ia baru berusia 10 tahun. Baginya, daripada percaya dengan hal demikian, lebih baik memikirkan hal yang lain. Namun begitu, ia percaya Tuhan. Ketika beranjak dewasa dan menjadi mahasiswa di Universitas Griffith, Australia, Gene tetap tidak tertarik dengan agama apa pun. Baginya, tidak ada agama yang mampu menjelaskan masalah pengampunan dosa itu. Maka, ketika bertemu dengan seorang mahasiswa asal Indonesia yang beragama Islam dan menjelaskan bahwa hanya Tuhan yang mampu mengampuni dosa asal orang tersebut tidak mengulanginya lagi, pria kelahiran New Zealand 39 tahun lalu ini langsung terperangah. ''Benarkah demikian?'' batin Gene. Padahal, itulah untuk pertama kalinya Gene bertemu dengan orang Islam. Maka, ia pun banyak bertanya tentang konsep Tuhan dalam Islam. Awalnya, ia memandang Islam sama seperti agama-agama lainnya. Tidak masuk akal, tidak rasional. Namun, setelah bertanya dan membandingkannya, ia mulai menemukan secercah cahaya dalam Islam. Maka, ia pun terus-menerus mempelajari Islam, berharap mendapatkan sesuatu yang bisa salah dan keliru. Namun, semakin ia mempelajari, Gene semakin menemukan sesuatu yang sangat menakjubkan. Puncaknya adalah saat ia mempelajari Alquran, kitab sucinya umat Islam. Bukan isinya, melainkan hanya tulisan Arab-nya. Ia membandingkan Alquran cetakan terbaru dengan cetakan puluhan tahun silam. Hasilnya, tak ada satu pun huruf yang berubah. Begitu juga dengan Alquran versi Australia, Inggris, Indonesia, Arab Saudi, Mesir, dan lain sebagainya. Semuanya sama. Sementara itu, kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama yang ia punya sudah memiliki perbedaan makna. ''Saya membandingkan cetakan tahun 1960-1990 dengan penerbit yang sama. Ternyata, di dalamnya terdapat perbedaan atau perubahan. Karena itu, saya semakin yakin, Islam adalah yang benar dan dari Tuhan. Masak kitab yang difirmankan Tuhan dalam waktu hanya 30 tahun sudah berubah,'' batinnya. Suatu hari, ketika berkesempatan ke Indonesia, ia mempelajari budaya Indonesia sekaligus Islam. Ia mendalami agama Islam melalui buku-buku. Akhirnya, setelah lebih dari lima tahun mempelajari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang Muslim. ''Alquran tidak mungkin ditulis oleh Muhammad, tetapi ada yang membimbingnya dan menjelaskan firman-firman itu, yakni Allah SWT,'' terang Gene yang pernah menjadi mahasiswa di Universitas Atmajaya dan Universitas Indonesia ini. Saat mengucapkan dua kalimat syahadat, Gene hanya dibimbing oleh seorang teman. Saat itu, Gene mengaku tak ada perasaan khusus apa-apa. Hanya, dia merasa dirinya lebih lengkap, lebih baik, dan merasa melangkah di jalan yang benar. ''Sebelumnya, saya tidak beriman. Sekarang, saya jadi beriman dan merasa lebih baik.'' Hal yang terpikirkan pertama kali saat Gene menjadi mualaf dan tekadnya pertama kali adalah mau belajar shalat saja. Sebenarnya, hal itu tidak ada istimewanya, namun dia mengaku bingung, bagaimana memulainya dan bagaimana caranya. Terlebih lagi, dia tak masuk pesantren atau belajar agama kepada seseorang. Belum setahun mualaf ini menjalani Islam dalam kehidupannya, seorang teman mengajak Gene untuk bertemu dengan KH Masyhuri Syahid, wakil ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang wafat tahun 2007 silam. Dari ulama inilah, Gene menimba ilmu agama. Pelajaran fikih didapatnya tiap Rabu. ''Saya selalu bingung dan bertanya, mengapa ini benar dan mengapa itu salah. Dari sisi tafsir dan fikih. Beliau belum pernah tidak tahu berbagai pertanyaan dari saya. Bahkan, saya pernah iseng-iseng tanya, bagaimana shalatnya orang di ruang angkasa. Eh, ternyata, beliau menjawabnya dengan jelas. Beliau membimbing saya terus sampai wafatnya.'' Karena itulah, ia merasa keislamannya kini semakin mantap. Apalagi, Islam selalu memberikan jawaban yang logis. Mulai dari persoalan emosi, fisik, dan spiritual. Manusia membutuhkan itu semua. Manusia makan, menangis, marah, dan lainnya. Tapi, manusia juga butuh kebutuhan spiritual. Bagaimana memenuhi kebutuhan spiritual itu? ''Harus semakin dekat dengan Tuhan. Sebab, tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang tidak membutuhkan Tuhan. Itu sudah ada sejak ribuan tahun silam, termasuk ketika manusia menciptakan berhala-berhala untuk disembah,'' terang Gene yang kini semakin sibuk dengan undangan ceramah di berbagai tempat di Indonesia. ''Saya semakin yakin dan mantap dengan agama Islam. Mudah-mudahan, saya bisa istikamah dalam menjalankan perintah Allah dan mengikuti sunah Rasulullah SAW,'' harapnya. ed : sya Saat memutuskan diri menjadi Muslim, Gene merasa semakin lebih baik. Kendati harus berpisah dengan kedua orang tua dan adik-adiknya di Selandia Baru, Gene betah di Indonesia. Ia merasa dunia dakwah di Indonesia ini penuh dengan tantangan. Gene mengakui, Indonesia adalah negara yang sangat kondusif dalam menyebarkan dakwah. Karena itu, ia akan senantiasa mengisi dakwah dan ceramah demi menemui umat dan menyampaikan kebenaran Islam. ''Kalau di Selandia Baru atau Australia, mungkin belum cocok buat saya berdakwah. Sebab, kalau di sana, mungkin hanya satu-dua orang yang mau masuk Islam. Tapi, kalau di sini sangat banyak dan bisa memberikan pendalaman agama kepada orang yang sudah Islam sejak lahir,'' terangnya. Tak hanya melalui panggung ke panggung, Gene juga berdakwah melalui tulisan dan media massa, seperti blog , email, dan lainnya. ''Melalui tulisan, banyak orang yang bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bisa diakses di mana saja,'' ujarnya. ''Saya tak berniat pulang kembali ke Australia ataupun Selandia Baru untuk berdakwah,'' tambahnya. Ia kini sangat mencintai Indonesia, sama seperti kampung halamannya sendiri. Namun, Gene kesulitan untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Ia berharap, ia diberikan kemudahan menjadi warga negara Indonesia (WNI) atau mengurus visa. Gene kini hanya bergantung pada visa budaya yang harus diperbaruinya setiap enam bulan. Pembinaan mualaf ''Sekarang ini memang ada lembaga yang mewadahi para mualaf. Namun, lembaga itu masih sebatas tempat berkumpul saja,'' ujarnya. Diakui Gene, kelompok tersebut juga ada yang membina pengetahuan keislaman para mualaf. Namun, menurutnya, hal itu masih sangat kurang. ''Saya berharap lebih menasional dan banyak. Sebab, banyak mualaf ataupun orang yang ingin belajar Islam dan berada di pelosok daerah, namun mereka kesulitan untuk mempelajari Islam yang lebih komprehensif,'' jelasnya. Gene menambahkan, banyak orang yang masuk Islam, tapi tak tahu bagaimana menjalankan ibadah dan harus ke mana mereka bertanya. Sementara itu, di daerah tersebut tidak ada lembaga khusus yang menangani mereka. ''Para mualaf itu biasanya akan disingkirkan oleh keluarganya, dijauhi dari lingkungan asalnya, bahkan dikeluarkan dari tempat kerjanya. Mereka kerap merasa sendirian. Untuk itulah, dibutuhkan lembaga yang membantu mereka,'' paparnya. Pengalaman inilah yang dialami Gene Netto. Ia menjelaskan, sewaktu dirinya sudah menjadi Muslim, anggota keluarganya di Australia sempat menolak kehadirannya. Namun, setelah diberikan penjelasan secara khusus, barulah mereka menerimanya. Karena itu, agar kejadian serupa tidak menimpa kalangan mualaf lainnya, ada baiknya dibentuk wadah khusus untuk membina dan mewadahi kalangan mualaf ini. Gene mengakui, saat ini ada organisasi yang membina kalangan mualaf, seperti Perhimpunan Muslim Tionghoa Indonesia (PITI) atau Pembina Iman Tauhid Indonesia. Namun, organisasi ini masih sangat terbatas. Ia berharap, organisasi semacam ini bisa lebih luas dan menjangkau seluruh Indonesia. ''Apalagi kalau ada dana. Sehingga, ada petugas khusus yang ditempatkan di masing-masing daerah untuk membina mualaf. Jika ada orang yang ingin bertanya lebih dalam tentang Islam di suatu daerah, petugas atau ustaz itulah yang akan menanganinya,'' harapnya. Ustaz pembina itu, lanjutnya, diharapkan memahami karakter setiap mualaf atau orang yang mau mempelajari Islam, terutama orang luar negeri (bule). ''Orang bule itu biasanya membutuhkan penjelasan yang sesuai dengan logika dan akal. Kalau seorang ustaz tidak bisa menjelaskannya dengan logika, mereka tidak akan tertarik dengan yang disampaikan. ''Kalau A bilang boleh dan B bilang tidak boleh, mereka tak bisa bedakan. Mereka tidak bisa asal masuk masjid dan minta tolong. Banyak yang tidak tahu kalau mereka boleh masuk masjid (dalam keadaan non-Muslim). Mereka takut akan diusir,'' ujar Gene yang sedang mempersiapkan sebuah buku mengenai perjalanannya menemukan Allah dengan judul, Mencari Tuhan, Menemukan Allah . Ia berharap lembaga, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Departemen Agama, memiliki hal itu sehingga memudahkan calon-calon mualaf mendapatkan penjelasan tentang Islam yang benar. Biodata Nama: Gene Netto
Satu hal penting yang kini menjadi pemikiran Gene adalah pembinaan para mualaf, orang-orang yang baru masuk Islam. Menurutnya, orang-orang yang baru masuk Islam itu harus mendapatkan pembinaan khusus untuk memperkuat pengetahuan keislaman dan keimanan mereka. Tanpa itu, jelas Gene, dikhawatirkan akan banyak mualaf yang hanya menjadi bahan ledekan orang-orang non-Muslim yang tak senang dengan Islam. Untuk itu, kata dia, harus ada lembaga khusus yang menangani mereka.
Lahir: Selandia Baru, tahun 1970
Masuk Islam : 1996
Pendidikan : Universitas Griffith Australia, Universitas Atmajaya, dan Universitas Indonesia (UI).
Aktivitas : ceramah, mengajar bahasa Inggris, dan guru di PP Daarul Quran Tebet.